Panasnya
siang tak menyurutkan niat Paijo untuk terus memukul gendangnya dan menunggu
kerelaan hati pengemudi di jalanan. Apa daya inilah yang bisa dia lakukan agar
tetap hidup dan mewujudkan cita-citanya. Paijo adalah seorang pengamen jalanan
dia tak sendirian ia bersama ibu dan teman-temannya menjadi penghibur para
pengemudi yang terjebak dalam kemacetan. Himpitan ekonomi dan keterbatasan
kemampuan menjadi alasan mereka harus menjadi pengamen. Itulah yang menjadi motivasi
bagi Paijo untuk giat belajar dan merubah keadaan dia agar tidak terus hidup di
bawah kemiskinan.
Paijo
termasuk anak yang rajin walaupun harus mengamen ketika pulang sekolah, ia tak
pernah melupakan tugas-tugas sekolahnya. Ia sering mendapat peringkat pertama
di kelasnya. Di waktu sela-sela mengamen ia sering membaca buku.
Di
lain sisi ibu Paijo yang hanya seorang diri membesarkan Paijo mulai kecil sangat bangga
memiliki anak seperti Paijo. Ibu Paijo sebenarnya tak tega melihat anaknya
harus bekerja, namun ia tak sanggup menahan kemauan Paijo untuk membantunya
mencari uang. Sebenarnya tujuan Paijo dan ibunya pergi ke ibukota adalah untuk
mencari ayah Paijo yang telah merantau ke ibukota sejak lama dan tak pernah
pulang. Entah di mana sekarang keberadaannya.
Ibu Paijo yang tidak memiliki keterampilan hanya bisa menjadi penari jalananan yang penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari. Paijo dan ibunya hanya tinggal di kamar kost yang mereka gunakan untuk kegiatan mereka sehari-hari. Kehidupan keras di ibukota membuat mereka tidak bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.
Ibu
Paijo bekerja tanpa mengenal lelah dan pada suatu ketika saat menari di jalanan
kepalanya terasa sakit tetapi ia menahan rasa sakit itu dan meneruskan menari.
Sakit yang ia derita ia sembunyikan, mungkin jika Paijo tahu ia pasti khawatir
dengan keadaannya.
Semangat
belajar Paijo harus dihambat dengan tunggakan SPP yang belum ia bayar. Hal itu
menjadi tekanan yang berat tak lama kemudian ia dipanggil oleh petugas TU
sekolah. “Apakah kamu yang bernama Paijo?” Tanya petugas TU. “Iya, bu.” Jawab
Paijo sambil menundukkan kepalanya. “Tunggakan SPPmu sudah lima bulan jika
tidak dibayar hingga minggu depan kamu harus keluar dar sekolah ini.” Kata
petugas TU. “Baiklah saya akan usahakan itu.” Jawab Paijo. Paijo bingung
mencari cara untuk mencari uang untuk membayar SPPnya yang tidak sedikit
jumlahnya bagi dirinya.
Kemudian
ada salah satu guru yang menghampiri Paijo. “Oh ternyata kamu di sini, Paijo.”
Kata pak guru. “ Ada apa pak?” Tanya Paijo. “Saya tahu tentang SPPmu yang belum
kamu bayar, tetapi sekarang jangan kau pikirkan lagi kamu mendapat beasiswa
siswa berprestasi, selama sekolah disini kamu tidak dipungut biaya.” Kata pak
guru. “Benarkah, pak?” Tanya Paijo. Sejak saat itu tidak ada hambatan Paijo dalam
bersekolah.
Perjalananya
tidaklah mudah banyak dari teman-temannya sering menghina dia. Anak kampungan
itulah yang sering ia dengar dari teman-temannya. Mereka menganggap Paijo
adalah anak desa yang tidak bisa apa-apa. Mereka juga sering menjahili Paijo,
namun Paijo tidak membalas mereka malah Paijo sering membantu mereka.
Kerja
keras Paijo dibayar setera ia sekarang menjadi seorang yang sukses, gelar
professor ia dapatkan. Kehidupannya mulai berubah keadaannya tidak seperti yang
dulu. Sekarang ia memiliki pekerjaan tetap, rumah dan apapun yang ia inginkan
sudah dimiliknya namun sekali lagi cobaan tidak pernah berakhir. Ibunya sakit
parah, orang yang paling ia sayangi dalam keadaan kritis. Tak tahu lagi apa
yang ia pikirkan, berbagai cara sudah ia tempuh.
Dokter
menyarankan agar Paijo mendonorkan hatinya untuk ibu tercintanya. Perjuangan
ibunya selama ini tidak akan pernah terbayar olehnya. Itulah yang membuat Paijo
sampai pada saat ini. Lambat laun keadaan ibunya mulai berangsur membaik.
Paijo
mengajak ibunya pergi ke suatu tempat yang tak asing bagi mereka yaitu tempat
mereka dulu mengamen yang membuat mereka berdua teringat perjuangan mereka
dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar